Menyingkap Realitas Lewat Drama “Tikungan Iblis” di Pestarama #10

(Sumber: Dokumen Pestarama #10)

Jakarta – Hai, Edufriend! Pada Rabu, 21 Mei 2025 lalu, telah diselenggarakan pertunjukan drama bertajuk Tikungan Iblis dalam rangkaian acara Pestarama #10. Acara ini dipersembahkan oleh mahasiswa semester 6 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bertempat di Bulungan Theater Building, Jakarta, acara ini sukses menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan dengan pementasan sarat makna dan penuh kritik sosial. Mengusung tema “Relung Langkah Budayawan Muslim Indonesia #2”, Pestarama tahun ini kembali menjadi wadah apresiasi seni dan sastra yang tidak hanya religius, tapi juga kritis dan kontekstual. Penasaran dengan isi dramanya, Edufriend? Yuk, baca sampai akhir ya!

(Sumber: Dokumen Pestarama #10)

1. Menggugat Realitas Lewat Sosok Iblis: Tafsir Menarik dari Emha Ainun Nadjib

Edufriend, drama Tikungan Iblis diadaptasi dari naskah karya budayawan Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun. Melalui karya ini, Cak Nun mengajak kita merenungkan ulang peran iblis dalam kehidupan. Iblis tidak digambarkan sebagai sumber utama kejahatan, tapi lebih sebagai bagian dari sistem ujian bagi manusia. Ketika manusia terus menyalahkan iblis atas kesalahannya sendiri, justru di situlah letak kerendahan dan ketidaksadaran manusia.

Tokoh sentral bernama Smarabhumi, diperankan oleh Muhammad Irgi, Fira Deyanti, Rini Andriani, dan Safira Nur, bukanlah sosok jahat yang menyeramkan. Ia tampil elegan, karismatik, dan menyampaikan godaan dengan cara yang begitu halus dan intelektual. Dalam salah satu kutipan kuatnya, Smarabhumi berkata, “Ayo semua yang selamat ikuti jalanku, masuk ke golonganku, mendaftar di partai besarku: Partai Takut kepada Allah.” Kutipan ini menyiratkan ironi bahwa Iblis pun takut kepada Tuhan, sementara manusia kadang tak sadar sedang tenggelam dalam kesombongan dan tipu daya kekuasaan.

2. Satir Politik dan Sosial dalam Dialog dan Simbol

Lebih dari sekadar refleksi teologis, Tikungan Iblis juga menyajikan kritik tajam terhadap kondisi politik Indonesia. Melalui dialog-dialog simbolik dan satir, pementasan ini menelanjangi wajah kekuasaan yang kerap dibungkus janji manis dan citra suci. Mulai dari isu ketimpangan ekonomi, harga kebutuhan pokok yang tak terkendali, proyek pembangunan yang timpang, hingga kemiskinan yang terus dipinggirkan, semua direfleksikan dalam adegan-adegan yang menyentil namun tetap estetis.

Edufriend pasti merasa relate, deh! Karena di balik panggung, kisah yang dibawakan terasa begitu dekat dengan realita masyarakat kita sekarang. Dan yang lebih menarik, semuanya disampaikan dalam format pertunjukan yang sarat makna dan artistik.

(Sumber: Dokumen Pestarama #10)

3. Pameran, Proses, dan Karya Kolaboratif

Tak hanya menampilkan pertunjukan drama, Pestarama #10 juga menghadirkan pameran yang berisi dokumentasi proses latihan, karya sastra, serta pesan dan kesan dari para peserta. Pameran ini memperlihatkan bagaimana pertunjukan teater lahir dari proses panjang yang kolaboratif, dari membaca naskah secara kritis hingga eksplorasi nilai-nilai budaya dan spiritual.

Semua ini menjadi bagian dari pembelajaran yang tidak hanya akademik, tapi juga memperkaya wawasan batin dan kepekaan sosial mahasiswa sebagai calon pendidik dan seniman sastra di masa depan.

Wah, keren banget ya, Edufriend! Tikungan Iblis bukan cuma pertunjukan teater biasa, tapi juga ajakan untuk berpikir lebih dalam tentang siapa yang sebenarnya patut kita salahkan ketika dunia tak berjalan sesuai harapan. Semoga pementasan ini bisa jadi inspirasi buat kita semua untuk lebih jujur dalam melihat diri dan kritis dalam menanggapi realitas. Sampai jumpa di pementasan selanjutnya!

 

 

Writer: Andini Haniyatur Riza 

Editor: Tim News Director