Akarasakita: Aksi Nyata Mahasiswa LSPR Bangun Harmoni Sosial

(Sumber: Dokumen Pribadi)
Jakarta — Halo, Edufriend! Kalau lo jalan-jalan ke Padepokan Ciliwung Condet pada awal Agustus lalu, tepatnya pada hari Sabtu (2/8/2025), lo mungkin menemukan suasana yang berbeda. Ada ruang imersif gelap penuh makna, galeri karya dari limbah tekstil, hingga pertunjukan anak-anak yang menggemaskan. Semua itu adalah bagian dari Akarsambara 2025: Merayakan Akar, Menyemai Rasa, puncak selebrasi dari gerakan sosial bernama Akarasakita.
Akarasakita adalah program community development dari mahasiswa Institute of Communication and Business LSPR yang dijalankan sejak Juni 2025. Mereka nggak cuma datang lalu pergi, tapi benar-benar membangun hubungan dengan warga sekitar Padepokan. Mereka juga berusaha menghapus stigma masyarakat mengenai anak LSPR yang konon katanya kurang membaur dengan masyarakat.
Merajut, Mengajar, dan Mengekspresikan Lingkungan Condet
Kegiatan ini terbagi jadi empat program. Pertama, ada Akarajut, yaitu merajut alam, menenun kehidupan. Barang-barang bekas, terutama pakaian disulap jadi benang rajut yang kemudian dijadikan kerajinan tangan. Bukan cuma kreatif, tapi juga jadi solusi untuk mengurangi limbah fast fashion.
Lalu ada Akarnara, ruang tumbuh dan belajar. Edufriend bisa bayangin anak-anak kecil belajar Matematika, Bahasa Inggris (dari public speaking sampai vocabulary), plus nyanyi lagu-lagu keren kayak Laskar Pelangi, Ondel-Ondel, dan Sinanggar Tulo. Suara mereka bukan cuma indah, tapi juga jadi simbol semangat belajar yang nggak kenal batas.
Ketiga ada Akarswara, memilah alam dan berkisah dalam karya. Dalam program ini warga diajak memilah sampah dan ikut pelatihan membatik khas Betawi. Edukasi lingkungan jadi makin nyantol karena dibawakan dengan cara yang ekspresif dan menyenangkan.
Puncak Akarsambara dan Kembali Menghidupkan Budaya
Puncaknya ada Akarsambara, perayaan kecil tapi penuh makna. Semua yang udah dijalani bareng-bareng ditampilkan dalam bentuk galeri karya, penampilan seni, hingga simbolis penyerahan tempat sampah daur ulang ke masyarakat. Penampilan tari Betawi jadi highlight dalam acara ini. Bukan sekadar gerak, tapi penghormatan pada budaya dan rasa.
“Tujuan utama kita adalah membangun kembali kehidupan budaya di Padepokan Ciliwung yang sempat terhenti akibat banjir besar,” ujar Indira Hendzie, selaku Ketua Pelaksana Akarasakita.
Momen apresiasi untuk para peserta dan relawan di akhir acara mempunyai harapan serta semangat dari kegiatan ini yang artinya kegiatan ini tidak hanya berhenti sampai sini, tetapi terus tumbuh dan menjadi kebiasaan baik di lingkungan sekitar. Akarasakita membuktikan bahwa gerakan sosial bisa dimulai dari kepedulian kecil. Melalui pendekatan edukatif dan kreatif, mereka ikut mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam hal pendidikan inklusif, daur ulang, dan kesadaran lingkungan.
Gimana? Tertarik jadi bagian dari gerakan sosial yang berdampak kayak Akarasakita? Ayo, Edufriend! Saatnya lo juga turun ke masyarakat, bikin karya, dan jadi akar perubahan di lingkungan sekitar lo!
Writer: Davina Az-Zahra
Editor: Tim News Director