Di Balik Toga dan Doa: Kisah Inspiratif di Wisuda UNJ 2025

Jakarta – Hai, Edufriend! Lebih dari sekadar seremoni akademik, momen wisuda UNJ 2025 menghadirkan kisah-kisah luar biasa tentang ketekunan, doa, dan semangat pengabdian. Di balik toga dan senyum bahagia para wisudawan, tersimpan perjalanan panjang yang sarat makna dan inspirasi. 

Prosesi Wisuda Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Semester Genap Tahun Akademik 2024/2025 gelombang pertama 6–9 Oktober 2025, yang digelar di Gedung Olahraga (GOR) UNJ, menghadirkan suasana penuh haru, bangga, dan inspirasi. Acara ini tak hanya menjadi momen kelulusan, tetapi juga ruang refleksi atas dedikasi dan perjuangan para mahasiswa yang menorehkan prestasi akademik maupun sosial di berbagai bidang. Berikut ini rangkuman beberapa kisah inspiratif dan penuh haru dari para wisudawan. Yuk, simak artikelnya sampai habis! 

Peni Pinandhita – Keteladanan dari FISH UNJ

Salah satu sosok yang mencuri perhatian dalam acara wisuda UNJ 2025 gelombang pertama ini adalah Peni Pinandhita, mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH). Peni dinobatkan sebagai lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96, penghargaan yang diumumkan langsung oleh Rektor UNJ, Prof. Komarudin, dalam sambutannya. 

(Sumber: unj.ac.id)

Bagi Peni, prestasi bukanlah akhir perjalanan, melainkan refleksi dari proses panjang yang diiringi tekad, doa, dan dedikasi. Namun, ia tetap tidak menyangka bahwa dirinya bisa menjadi lulusan terbaik FISH, ia yakin bahwa ini berkat doa orang tuanya yang menjadi kenyataan. 

Selama masa kuliah, Peni aktif dalam kegiatan akademik dan sosial, mulai dari penelitian hingga pengabdian masyarakat. Ia telah mengabdi di berbagai daerah seperti Lombok, Pulau Bintan, Raja Ampat, hingga Maluku, serta pernah mengajar di Sekolah Indonesia-Filipina dalam Program Keterampilan Mengajar (PKM). “Pengabdian masyarakat bikin saya sadar, pendidikan itu bukan tentang saya, tapi tentang orang-orang yang kita sentuh lewat ilmu,” tuturnya.

Tak hanya itu, Peni juga menulis dan menerbitkan sembilan artikel jurnal nasional maupun internasional dalam dua tahun terakhir, serta aktif mewakili kampus dalam lomba debat dan pidato. Namun, dibalik sederet pencapaian tersebut, ia tak menutupi bahwa perjalanan akademiknya penuh dengan tantangan. Peni mengaku bahwa ia pernah gagal lima kali untuk mendapatkan beasiswa. Tapi dari situ dia belajar bahwa gagal pun bisa jadi arah baru yakni menemukan passion-nya. 

Peni mengungkapkan bahwa dalam dunia perkuliahan, akademik bukanlah tantangan besar. Seorang mahasiswa terkadang lebih suka berada di zona nyaman yang tanpa sadar membuat mereka stuck, maka hal itulah yang menurut Peni harus dilawan.

Nur Syifa Nadiastuti – Prestasi dan Doa Orang Tua

Dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Nur Syifa Nadiastuti menjadi representasi mahasiswa berprestasi dengan lebih dari 150 penghargaan nasional dan internasional. Kini, Syifa berkarir di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan aktif menebar inspirasi melalui konten edukatif di media sosialnya. 

(Sumber: unj.ac.id)

Di sisi lain, ada kisah haru yang harus dilewati Syifa dalam perjalanannya. Dirinya ditinggal mendiang ayahnya ketika ia hampir menyelesaikan studinya. “Doa orang tua, kerja keras, dan pengalaman di UNJ jadi bekal utama aku untuk terus melangkah,” ungkapnya. 

Gunung Mahameruh – Nama yang Menjadi Doa

Mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi, Gunung Mahameruh menjadikan namanya sebagai personal branding yang bukan hanya unik, tetapi juga menyimpan makna mendalam. “Bapak saya ingin nama ini jadi doa. Harapannya saya tumbuh jadi pribadi yang tenang tapi tegas seperti gunung. Tapi nyatanya saya justru aktif banget,” ujarnya.

Memiliki pengalaman magang di USAID mendorongnya untuk melakukan penelitian lintas budaya. Mahasiswa yang akrab disapa “Ero” ini menunjukkan bahwa identitas dapat menjadi kekuatan diri.

(Sumber: unj.ac.id)

Hawa Ainur Maulida – Disiplin dan Konsistensi

Sebagai Wisudawati Terbaik Fakultas Psikologi, Hawa Ainur Maulida dikenal atas dedikasi dan kedisiplinannya. Perjalanan pulang-pergi Bogor–Jakarta sejauh 80 kilometer setiap hari tidak menyurutkan semangatnya untuk berprestasi. Strategi andalannya adalah membuat jadwal terperinci mulai dari bulanan, mingguan, hingga harian. “Kalau sudah dibreakdown dan dijalani dengan konsisten, semuanya aman terkendali,” jelasnya.

(Sumber: unj.ac.id)

Semasa kuliah, mata kuliah Psikologi Keluarga dan Perkawinan menjadi favorit Hawa, namun bukan berarti setelah lulus ia ingin langsung berkeluarga. “Saya ingin eksplorasi bidang kerja dulu, memperluas pengalaman, dan tentu saja, semoga sukses sampai kaya raya,” ujarnya sambil tertawa.

Dorince Kossay – Cahaya dari Timur Indonesia

Dari tanah Papua, Dorince Kossay menjadi simbol keteguhan hati. Lulusan program afirmasi PPKn FISH UNJ ini menempuh perjalanan panjang dari Wamena hingga meraih toga sarjana. 

Meski harus menghadapi banyak tantangan selama berkuliah, Dorince tak menyerah. Ada mimpi besar yang harus ia gapai, yakni menjadi seorang guru bahkan kepala sekolah di Papua agar Papua bisa lebih maju.

“Saya punya banyak masalah, tapi saya tidak pernah menyerah. Apapun rintanganmu, bersyukurlah dan terus berjuang,” ungkapnya.

(Sumber: unj.ac.id)

Pak Sutarwo – Cinta Seorang Ayah dari Tanah Tegal

Raut haru dan bangga terpancar jelas di wajah Pak Sutarwo, seorang petani asal Tegal, Jawa Tengah, saat menghadiri wisuda putrinya, lulusan Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik UNJ, pada Senin (6/10/2025). Duduk di aula lantai 3 Gedung Olahraga UNJ bersama para orang tua wisudawan lainnya, ia berbagi kisah perjuangannya mengantarkan sang anak hingga meraih gelar sarjana sebuah pencapaian yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

(Sumber: unj.ac.id)

Pak Sutarwo mengaku bahwa ia sudah dua kali ke Jakarta, dan momen kali ini menjadi lebih spesial karena ia dapat menyaksikan langsung putrinya memakai toga dan bersalaman dengan rektor, sebuah pencapaian yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Sebagai petani, penghasilannya bergantung pada hasil panen. Sutarwo kerap harus menyisihkan sebagian besar pendapatannya, bahkan menjual barang-barang sederhana demi biaya kuliah sang anak.

Sebuah pesan penting disampaikan pak Sutarwo, “Saya enggak sekolah tinggi, tapi anak jangan sampai kayak bapaknya. Zaman sudah beda. Kalau anak mau sekolah, orang tua jangan minder. Usaha dulu, Tuhan pasti kasih jalan.”

Simfoni Haru Penutup Wisuda

Menutup rangkaian wisuda UNJ 2025, suasana haru menyelimuti ruangan ketika Batavia Chamber Orchestra (BCO) di bawah arahan R.M. Aditya Andriyanto, S.Sn., M.Pd., dosen Fakultas Bahasa dan Seni, mempersembahkan dua lagu penuh makna Cinta untuk Mama dan Yang Terbaik Bagimu. Nada-nada lembut dan harmoni orkestra seolah menjadi bahasa universal yang menyatukan ribuan perasaan: haru, bangga, dan syukur.

Melodi tersebut menjadi simbol penghormatan kepada orang tua yang selama ini menjadi sumber doa, semangat, dan kekuatan di balik keberhasilan setiap wisudawan.

“Melalui musik, kami ingin menyampaikan rasa syukur, cinta, dan kebanggaan,” ujar Aditya.

Sesaat setelah lagu terakhir mengalun, sebagian wisudawan menundukkan kepala, menahan air mata, sementara di antara mereka tampak orang tua yang tersenyum penuh haru. Momen itu menjadi penutup indah yang mengingatkan, bahwa setiap toga dan ijazah tak hanya hasil kerja keras pribadi, tetapi juga buah cinta, doa, dan restu keluarga.

 

 

Writer: Sekar Salsabila Permana Putri

Editor: Tim News Director